Sungguh, saya sangat kesulitan
untuk memulai tulisan ini. Selain karena sudah cukup lama saya tidak menulis,
juga karena otak ini “dihantui oleh iming-iming” agar opini saya tentang
Jokowi-Kalla bisa terpilih sebagai salah satu karya yang akan dibukukan.
Semenjak pilkada DKI, nama Jokowi
mulai ramai dibicarakan oleh orang-orang di seluruh pelosok negeri mulai dari
kota hingga ke desa-desa bahkan kampung-kampung yang jauh dari jangkauan
teknologi informasi maupun media elektronik lainnya. Mulai dari kaum
terpelajar, para tua-tua kampung, yang sepuh, kaum bapak, kaum ibu, anak muda,
anak-anak. Semua membicarakan sosok Jokowi seaakan-akan mereka sangat tahu
persis siapa Jokowi yang sesungguhnya.
Sepanjang yang saya ketahui, paling
tidak ada tiga nama yang menjadi bahan obrolan di setiap kesempatan dan
memiliki kesamaan pola. Baik dari cara orang-orang membicarakannya, semangat
yang menyala-nyala dari pembicara maupun karakter dari sosok yang dibicarakan.
Soekarno, Gus Dur dan Jokowi. Ya,
ketiga tokoh ini menjadi bahan pembicaraan yang menarik di lingkungan saya.
Anehnya, sekalipun Soekarno dan Gus Dur sudah tiada namun topik pembahasan
selalu ada dan tidak pernah usang meski sudah sekian kali diperbincangkan.
Ada kesamaan karakter dari ke tiga
tokoh tersebut yang menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja. Sederhana,
berani dan apa adanya. Karakter inilah yang memikat hati untuk tidak jenuh
membahas berbagai aktifitas yang dilakukan
oleh Soekarno, Gus Dur maupun Jokowi. Berbicara soal keragaman, ketiga
tokoh ini sangat terbuka, menghormati keragaman suku, budaya, keyakinan. Ketiga
tokoh ini adalah pembelajar sukses, mereka bisa belajar dari alam, dari
lingkungan sekitar. Seperti sebuah seruling, bagaimana kita bisa mengetahui
lagu apa yang dilantunkan jika nada lubang yang satu sama dengan nada lubang
yang lain? Demikian halnya soal keragaman berbangsa, hendaknya dirangkai
dikelola menjadi kehidupan yang kaya harmoni, nyaman di rasa, menyejukkan,
merdu terdengar.
Semenjak Jokowi dipastikan maju
sebagai bakal calon presiden, setiap hari di setiap kesempatan, orang-orang
membicarakan Jokowi. Ada satu tanya yang mengganjal di pikiran, siapa gerangan
yang akan menjadi bakal calon wakil
presiden mendampingi Jokowi nantinya? Harapan sekaligus doa yang dimohon semoga
calon pendamping Jokowi adalah orang baik. Mulai muncul berbagai analisa awam,
berbagai nama disandingkan dengan Jokowi dengan beragam pertimbangan, sembari
setiap saat mengikuti perkembangan politik yang terjadi melalui berbagai media
yang bisa memberikan informasi terkini.
Harapan menjadi kenyataan,
kegembiraan meluap, ada kelegaan ketika dipastikan bahwa bapak Jusuf Kalla
resmi menjadi bakal calon wakil presiden. Pasangan ini di mata awam menjadi
pasangan yang sangat ideal, saling melengkapi dan mengalahkan sekian sosok yang
pernah disanding-sandingkan dengan Jokowi.
Setiap hari di setiap kesempatan
dalam berbagai acara, topik pembicaraan tidak terlepas dari obrolan sosok
Jokowi-Kalla, termasuk dalam acara upacara kematian. Membicarakan Jokowi-Kalla
seakan menghalau rasa duka yang sedang dialami oleh keluarga. Ada harapan besar
yang menjadi mimpi banyak orang tercurah di atas pundak Jokowi-Kalla.
Siapakah
Jokowi di mata mereka?
Saya mencoba merekam dan merangkum
pembicaraan orang-orang di sekitar saya. Faktanya, dari semua pembicara, mereka
semua belum pernah bertemu langsung apalagi bergaul dengan Jokowi-Kalla, mereka
hanya mendengar berita melalui media televisi, internet bahkan apa kata
orang-orang disekitarnya yang belum tentu mewakili fakta. Namun yang
mencengangkan adalah bahwa mereka seolah tahu persis siapa dan seperti apa
Jokowi dan Yusuf Kalla.
Sabar,
murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Oh... rupanya ini yang memikat hati mereka.
Perlu ditekankan bahwa hal
berikut bukan “baru akan” atau sebuah
janji untuk berlaku sabar, bermurah hati dan tidak memegahkan diri. Jokowi
maupun Kalla sudah sejak dulu berlaku sabar, murah hati dan tidak sombong. Inilah
salah satu kesamaan karakter yang mereka miliki.
Jokowi-Kalla sudah membuktikan
kesabaran dalam hal membina rumah tangga yang sehat dan sejahtera. Penting
diketahui bagi seluruh anak bangsa, bahwa rumah tangga yang harmonis, keluarga
yang sejahtera adalah modal besar bagi terbentuknya sebuah bangsa besar yang
mengedepankan harmoni dan sejahtera. Wajib menjadi catatan penting bagi para
calon pemimpin bahwa hendaknya memimpin itu dimulai dari yang paling dekat dan
lingkup kecil. Dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri, memimpin keluarga
dan selanjutnya memimpin masyarakat bahkan memimpin sebuah negara. Dalam hal
ini, karakter sabar mutlak diberlakukan.
Agak aneh rasanya mendengar berita
bahwa seorang walikota selama menjabat, tidak pernah menerima gajinya. Gajinya
disumbangkan kepada sesamanya yang belum
beruntung. Seolah dibuat-buat atau dengan maksud pencitraan, seorang yang
sukses di bidang ekonomi masih berkutat dengan urusan palang merah. Sebuah
kegiatan yang menguras tenaga, biaya bahkan tidak menguntungkan usaha miliknya.
Namun itulah kenyataan dari kedua sosok Jokowi-Kalla yang selalu berlaku murah
hati.
Berbicara soal penampilan, cara
berpakaian, bertutur kata, menyapa siapa saja, Jokowi-Kalla tidak
memperlihatkan perangai sombong. Seharusnya dengan jabatan yang dimiliki, harta
yang melebihi kebutuhan hidup dan keluarga, seharusnya mereka tampak dan
berlaku angkuh. Namun kenyataan berkata lain. Kedua tokoh ini senantiasa tampil
sederhana, berbaur dengan kalangan manapun tanpa pandang bulu baik itu beda
suku, beda keyakinan maupun beda keturunan.
Ia
tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri.
Hmmm... rupanya karakter ini yang membuat Jokowi-Kalla dihormati.
Dalam banyak kenyataan, semakin
tinggi jabatan seseorang semakin arogan nada bicaranya, semakin jauh dari kata
santun dengan perilaku yang mengabaikan sopan santun. Kenyataannya, baik Jokowi
maupun Kalla sangat menghormati orang tuanya termasuk mertua. Hal ini
ditunjukkan bukan hanya dalam bentuk kata dan penghargaan namun juga dalam
tindakan nyata.
Banyaknya kasus korupsi belakangan
ini yang dilakukan oleh oknum-oknum dengan jabatan yang strategis menunjukkan
bahwa cukup banyak oknum yang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan
sama sekali tidak ada rasa bersalah ketika melakukan tindakan yang tidak
terpuji. Menjadi seorang pemimpin wajib hukumnya untuk berlaku jujur dan senantiasa sujud syukur atas berkah yang
sudah dimilikinya. Hal ini akan menjaganya untuk tidak terjerumus pada karakter
serakah. Jokowi-Kalla sudah membuktikan diri tidak menyalahgunakan jabatannya
untuk meraup keuntungan diri sendiri dan hal inilah yang menjadi salah satu jaminan
bagi terciptanya pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi dan penyelewengan
kekuasaan.
Ia
tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Benarkah kedua tokoh ini demikian? Aku rapopo, hehehe...
ya aku rapopo.
Sebuah
ekspresi sederhana yang membuktikan bahwa tokoh ini bukan sosok yang mudah
tersulut amarah dan mudah meledak. Sehebat apapun terpaan caci, nada miring,
cemooh yang menimpa dirinya dengan sederhana dibalasnya dengan senyuman atau
dengan kata, ahh biasa saja.
Ibarat
pohon, semakin tinggi sebuah pohon semakin deras pula angin yang menerpanya.
Untuk itu diperlukan akar yang kuat, batang yang besar dan kuat untuk bisa
bertahan tetap tumbuh kuat dan berdiri kokoh. Teringat masa kecil saya dulu,
liur mengalir deras menyaksikan pohon mangga tetangga saat berbuah, semakin
banyak buahnya maka semakin banyak pula batang singkong, potongan kayu, bebatuan
menghujani pohon mangga. Tak beda jauh dengan pemimpin yang berbuah banyak dan
manis bagi kemaslahatan masyarakat, mereka akan senantiasa diterpa lemparan,
tonjokan, tusukan, ancaman.
Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
Jokowi-Kalla
adalah insan yang selalu berupaya adil, mereka sangat gampang terluka oleh
ketidakadilan. Tidak adil dan tidak benar jika fasilitas umum yang disediakan
oleh negara digunakan dan dikuasai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Tidak benar jika oknum tertentu mengatasnamakan keyakinan tertentu untuk
mengadu domba menyengsarakan sesama manusia. Jokowi-Kalla sudah membuktikan
diri menjadi agen-agen pro adil dan menjungjung tinggi kebenaran.
***
Orang bijaksana senantiasa berorientasi
pada hal-hal yang positif, namun rasanya tidak adil jika hanya kebaikan dan
keunggulan Jokowi-Kalla yang diutarakan. Menurut pengamatan awam, beberapa hal
yang dirasa kurang antara lain, “Saya
tidak melihat dan menemukan kekurangan Jokowi-Kalla”! demikian kata Apping
sambil melotot dengan nada tinggi. Sesungguhnya tidak ada di antara kita
manusia yang tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. Untuk itu pesan yang
ingin disampaikan kepada Jokowi-Kalla agar senantiasa memohon kepada Tuhan yang
Maha Esa agar diberiNya ridho, kesehatan, kekuatan agar dilindungi dari segala
yang jahat dan selalu mawas diri untuk tidak dikendalikan oleh kepentingan
kelompok, keinginan segelentir orang yang ingin mengambil keuntungan sesaat dan
pribadi.
Bangsa ini adalah bangsa yang
diberkati Tuhan dengan kekayaan, budaya, sumberdaya manusia, alam yang indah
nan elok. Itu sebabnya bangsa ini wajib dipimpin oleh Pemimpin yang amanah dan
menuntun bangsa ini dengan damai dan sejahtera.
Jokowi-Kalla
versi pondok ceki.
Adalah kebiasaan kami beberapa
bapak yang hampir tiap malam bermain ceki di sebuah pondok kecil nan lusuh,
sembari bermain dengan penuh canda yang terkadang mengganggu anak-anak dan
istri-istri yang sudah pada ngorok, sebagai ajang melatih lagu dengan iringan gitar,
juk dan suling, sesekali dengan diskusi serius tentang beragam persoalan sosial
dalam lingkungan, juga sekaligus menjaga keamanan dimana akhir-akhir ini warga
resah dengan beberapa peristiwa pencurian barang-barang berharga milik warga.
“Saya bisa memastikan bahwa Jokowi-Kalla memenangkan pemilihan ini”.
Demikian kata kakek Emon dengan nada tegas, perlahan namun pasti! sembari
mengocok kartu. Aneh juga ini kakek, sudah ngocok lima kali berturut-turut
tetapi masih sempat mengalihkan perhatian dengan topik politik. Hal yang membuat saya sangat yakin karena
Jokowi-Kalla dikelilingi dan didukung orang-orang baik! Saya berdoa semoga Tuhan melindungi dan
menjaga Jokowi-Kalla.
***
Pemimpin itu hendaknya memiliki
karakter yang jujur, sabar, tegas, adil, murah hati, tidak sombong, tidak
mencari keuntungan dirinya sendiri, merindukan keadilan, cinta kebenaran,
santun, bijaksana. Dengan demikian rakyat menjadi bangga, rakyat pasti
bersukacita dipimpinnya, bersedia berkorban bagi Pemimpin dan menjadi buah bibir yang manis didengar setiap saat di
seluruh pelosok negeri ini. Hal ini pula yang akan menjadi catatan sejarah yang
manis yang akan dibaca dan didiskusikan generasi yang akan datang.
Salam Indonesiaku.
No comments:
Post a Comment