Tuesday, 12 August 2014

Cara Santun Menjatuhkan Jokowi

Baik Lawan politik dalam konteks Jakarta maupun Pesaing dalam hirup pikuk pemilihan presiden mendatang, J adalah ancaman yang tidak bisa dianggap remeh. Jika menggunakan cara-cara kotor, politik jegal klasik, teknik busuk dalam menghadapi dan bersaing dengan J maka bisa dipastikan Oknum akan berhadapan dengan jutaan JLovers dan hampir pasti J akan menang. Untuk itu harus ada langkah dan strategi yang berbeda, unik dan mempuni.

Mengapa J harus dijatuhkan?
Pertama, dalam konteks Jakarta. Sistem dan kepemimpinan periode sebelumnya yang selama ini dinikmati para Pejabat, Politisi, Makelar, Manipulator, Preman dan kroni-kroninya sangat empuk dan menghasilkan income yang ruar biasa. Hasilnya bisa untuk menghidupi tujuh turunan dengan beberapa istri. Nah, bandingkan keadaan sekarang dengan pola kepemimpinan J, agak repot dan seret untuk mendapatkan keuntungan. Paling-paling penghasilan dari gaji tetap, untuk melakukan kongkalikong sepertinya dubur kemat-kemut. 

Bukan hanya dalam urusan income, sekarang rasanya tak mungkin menempatkan kroni-kroni pada posisi dan jabatan tertentu. Sungguh lelang jabatan telah mencederai harkat, martabat diriku. Belum semua janji-janji ketika kampanye dulu bisa aku realisasikan, masih banyak pion-pionku yang tidak menempati posisi semestinya. Untuk itulah J harus dijatuhkan,

Kedua, dalam konteks pilpres mendatang.

Kerongkongan ane seret, ane sulit tidur memikirkan pilpres mendatang, duit udah keluar banyak untuk iklan dan segala biaya persiapan. Cilakanya… semua lembaga survey mengatakan bahwa J adalah calon terunggul mengalahkan semua kandidat lainnya. Meskipun J sendiri belum menyatakan kesiapannya untuk maju bersaing dalam pilpres, terlebih partai pengusungnya tidak ada sinyal untuk mengajukan J namun tetap saja J mendapat tempat yang lebih baik dari ane. Sontoloyo! J harus diganjal, diganyang, dijatuhkan.

Satu-satunya cara yang mempuni untuk menghalangi J adalah dengan cara santun! ya harus dengan cara Kesatria!
Untuk itu saya mengusulkan cara berbeda dalam menangani J. Caranya adalah dengan mengetahui persis pola dan kejiwaan J, cara ini adalah hasil perenungan saya sendiri, entah sudah pernah dibahas orang lain apa belum, saya kurang tahu persis. Karena materinya cukup panjang maka diharapkan Anda bersabar dan menikmatinya dengan sungguh, melebihi kesabaran dan kesungguhan J.

***
“Cetak Biru” manusia di muka bumi ini sama persis! yang membedakan adalah kadar, porsi, kualitas, ekspresi dari blue print. Manusia terdiri dari tubuh, roh dan jiwa, saling terintegrasi dan tidak terpisah. Istilah yang tepat untuk memahaminya adalah dengan kata ‘pilah’.
Tubuh itu jelas secara pisik bisa dilihat langsung bisa diraba, dielus. Secara biologi maupun kedokteran lebih menguasainya dan disesi ini tidak dibahas dengan detail.
roh itu asalnya dari Pencipta, tidak tampak oleh mata namun bisa disaksikan dengan hati [bukan pisik]. roh berinteraksi dengan tubuh menghasilkan jiwa.
Jiwa terdiri dari ingin, pikir dan rasa. Saling terintegrasi dan terdapat interseksi di antara ketiganya.  Untuk mengurainya, saya mencoba menggabarkannya demikian:
1371615298390707581
  • Pikir, Logika segala yang berkenaan dengan penggunaan otak. Olah pikirnya besar alias cerdas otak,

  • Rasa, segala yang berkenaan dengan emosi. Rasa selalunya berpasangan seperti benci-rindu, susah-senang, berani-takut, …

  • Ingin, maunya Anda apa? Keinginan memiliki kecenderungan membesar atau mengecil

  • Hati adalah interseksi/ sinergi dari ketiganya tidak terbatas oleh tubuh, ruang dan waktu. ? [masih perlu diolah]. Kasih, Sayang, Empaty, Peduli… berada pada wilayah ini, semakin besar hatinya, semakin cerdas spiritual. Hati adalah alat, jalur komunikasi ke roh.
Nah dari gambaran di atas secara khusus jiwa [pikir, rasa, ingin] silahkan menilai, mencermati diri sendiri. Mana yang hendak dibesarkan, apakah pikir saja, apakah rasa saja ataukah ingin saja. Yang jelas ketiganya bisa dikendalikan, dikelola dan ingat hanya diri sendiri yang bisa melakukannya.

Mengapa seorang Pemimpin tidak disenangi? cek saja apakah dia punya hati atau berapa besar hatinya? atau mengapa seseorang bisa menjadi teroris? cek saja, sepertinya rasa-nya sudah ‘dimatikan’ otaknya sudah diciutkan.

Kembali ke J,
Saya menilai bahwa J sangat cakap dalam mengolah kejiwaannya sehingga untuk menjatuhkannya, harus dengan jiwa yang cakap pula. 

Nah inilah yang saya sebut cara santun menjatuhkan J, hanya dengan hati yang besar, hanya dengan kombinasi olah pikir, olah rasa, olah ingin yang tepat yang mampu mengalahkan J.
Apakah cara ini ampuh? saya menjamin 1000% mempuni. Kalau tidak percaya silahkan dibuktikan!

Siapa yang tidak ingin sehat? siapa yang tidak ingin punya mobil dan rumah? siapa yang tidak ingin suasanya nyaman? siapa sih yang tidak ingin sejahtera? siapa sih yang tidak ingin keadilan? siapa sih yang tidak ingin kebenaran?

Mari yang ingin menggunakan cara ini dalam berbagai aspek, sebagai Guru, sebagai Politisi, sebagai Pelajar, sebagai Pegawai, Buruh, Penulis dan dalam berbagai macam bidang profesi.
Teknologi inilah yang digunakan oleh para Perumus, Perancang NKRI! sehingga Negara ini bisa ada sampai detik ini.

Catatan: pemaparan di atas masih butuh diolah dan diolah. Jika ada yang keliru silahkan di koreksi, ini hanya olah diri saya yang belum mempuni.
Salam Cerdas,

Tahukah Anda, Pak Jokowi Menggunakan Jimat Pak Karno

Kesaktian Pak Karno sering dibicarakan oleh orang-orang dewasa di sekitarku. Waktu itu saya masih kecil dan hanya bisa mendengarkan apa yang mereka perbincangkan dan ternyata terekam dengan sangat apik dalam memoriku.

Tentang tongkat Pak Karno yang sakti, katanya Beliau punya banyak jimat yang mempuni. Dengar-dengar, katanya kuburan Pak Karno dijaga oleh macan. Katanya Beliau mampu dan fasih dalam beragam bahsa lain dan juga kemampuan beliau menghipnotis siapa saja yang mendengar suaranya.

Cukup banyak cerita-cerita menakjubkan tentang kemampuan Beliau yang sangat hebat dan belum ada tandingannya di negeri ini.

Kala itu saya hanya bisa takjub dan menyimpan banyak tanya dalam otak seraya mencoba berimajinasi dan menghadirkan Pak Karno dalam otak, Ya… Beliau hadir berorasi dan membakar semangat Rakyat.

Tidak heran jika banyak yang mencari dan mengincar jimat, kesaktian Pak Karno!
Perhatikan Pak Jokowi, bukankah ada kemiripan beliau dengan Pak Karno? Saya sangat curiga, Pak Jokowi berhasil mendapatkan jimat-jimat yang digunakan Pak Karno, entah dimana Beliau bertapa.

Mari berbicara fakta tentang jimat-jimat itu, ciri-ciri jimat mereka sangat serupa.
Dan inilah fakta jimat-jimat itu:
  • Jimat sederhana, ya… cirinya sederhana, penampilan sederhana apa adanya. Tidak butuh produk luar yang mahal, mobil mahal, segala yang mahal-mahal. Kekaguman akan produk sendiri nyata dan melekat pada dirnya tiap hari. Jimat ini anti Kemewahan… wah dan wah!

  • Jimat berani, ya… cirinya berani, tidak ada setitik pun takut pada preman, koruptor, pembajak, maling, rampok, penguasa. Wujud dan rupa mereka beragam, ada yang berdasi, ada yang gagah tinggi besar. Pendidikan mereka tinggi-tinggi lho! Meski demikian tidak ada sedikit pun rasa takut terhadap mereka. Ya… Berani melawan siapa saja yang merendahkan martabat bangsa Indonesia. Jika perlu Perang!. Jimat ini anti Sombong!

  • Jimat cerdas, ya… cirinya wajib cerdas, jangan sampai tikus lebih cerdas dari jimat ini. Jimat cerdas mesti dinyatakan dengan cara-cara yang santun dan hormat. Tekanan apapun dari pihak si bangsat tidak akan membuatnya goyah, karena ia cerdas, banyak cara, banyak sumberdaya di sekitarnya dan mampu digunakan dengan baik. Jimat ini anti Arogan!

  • Jimat empati, ya… cirinya wajib empati dan ingat, jimat ini bukan prihatin thok. Empati itu mampu merasakan penderitaan rakyatnya dan melakukan tindakan nyata. Jimat ini mampu menangis, menangis melihat anak kecil yang kritis karena sering makan tanah demi mengganjal perutnya! Jimat ini sangat hormat kepada para Pejuang dan memelihara kesejahteraan mereka yang masih tersisa! Jimat ini penyayang! Sayang kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali, rasa sayang itu perlu bukti bukan janji. Jimat ini memperhatikan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan Rakyatnya. Ingat… Jimat ini anti PURA-PURA.

  • Jimat jujur, ya… Anda dan saya sangat paham dengan jimat ini, hanya saja terkadang enggan dan dengan sadar tidak mau menggunakan jimat jujur. Jimat ini anti Serakah!
Tidak sulit untuk membuktikan apakah jimat-jimat ini benar-benar ada dan berfungsi dengan baik. Apakah orang-orang hormat dan kagum mendengar nama Anda, meskipun belum pernah bersapa, bertatap muka? dan apakah ada yang berani membullying pemilik jimat-jimat itu lewat twitter, pesbuk atau si ana?

Apakah Anda juga mengincar jimat-jimat itu?
Tidak usah dicari kemana-mana sobat, lha wong jimat-jimat itu ada pada diri Anda dan Saya. Yang perlu diolah adalah bagaimana mengaktifkan jimat-jimat tersebut supaya berfungsi dan sakti mandraguna.

Jimat-jimat ini sehat dan bisa dikonsumsi tiap-tiap saat, itu anjuran Beliau.
Pa…. bangun pa, hari ini ada janji ketemu dosen lho… wah sompret bab 6 belum digarap, mati aku…!

Menjadi Buah Bibir yang Manis Didengar



Sungguh, saya sangat kesulitan untuk memulai tulisan ini. Selain karena sudah cukup lama saya tidak menulis, juga karena otak ini “dihantui oleh iming-iming” agar opini saya tentang Jokowi-Kalla bisa terpilih sebagai salah satu karya yang akan dibukukan.
Semenjak pilkada DKI, nama Jokowi mulai ramai dibicarakan oleh orang-orang di seluruh pelosok negeri mulai dari kota hingga ke desa-desa bahkan kampung-kampung yang jauh dari jangkauan teknologi informasi maupun media elektronik lainnya. Mulai dari kaum terpelajar, para tua-tua kampung, yang sepuh, kaum bapak, kaum ibu, anak muda, anak-anak. Semua membicarakan sosok Jokowi seaakan-akan mereka sangat tahu persis siapa Jokowi yang sesungguhnya.
Sepanjang yang saya ketahui, paling tidak ada tiga nama yang menjadi bahan obrolan di setiap kesempatan dan memiliki kesamaan pola. Baik dari cara orang-orang membicarakannya, semangat yang menyala-nyala dari pembicara maupun karakter dari sosok yang dibicarakan.
Soekarno, Gus Dur dan Jokowi. Ya, ketiga tokoh ini menjadi bahan pembicaraan yang menarik di lingkungan saya. Anehnya, sekalipun Soekarno dan Gus Dur sudah tiada namun topik pembahasan selalu ada dan tidak pernah usang meski sudah sekian kali diperbincangkan.
Ada kesamaan karakter dari ke tiga tokoh tersebut yang menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja. Sederhana, berani dan apa adanya. Karakter inilah yang memikat hati untuk tidak jenuh membahas berbagai aktifitas yang dilakukan  oleh Soekarno, Gus Dur maupun Jokowi. Berbicara soal keragaman, ketiga tokoh ini sangat terbuka, menghormati keragaman suku, budaya, keyakinan. Ketiga tokoh ini adalah pembelajar sukses, mereka bisa belajar dari alam, dari lingkungan sekitar. Seperti sebuah seruling, bagaimana kita bisa mengetahui lagu apa yang dilantunkan jika nada lubang yang satu sama dengan nada lubang yang lain? Demikian halnya soal keragaman berbangsa, hendaknya dirangkai dikelola menjadi kehidupan yang kaya harmoni, nyaman di rasa, menyejukkan, merdu terdengar.
Semenjak Jokowi dipastikan maju sebagai bakal calon presiden, setiap hari di setiap kesempatan, orang-orang membicarakan Jokowi. Ada satu tanya yang mengganjal di pikiran, siapa gerangan yang akan  menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Jokowi nantinya? Harapan sekaligus doa yang dimohon semoga calon pendamping Jokowi adalah orang baik. Mulai muncul berbagai analisa awam, berbagai nama disandingkan dengan Jokowi dengan beragam pertimbangan, sembari setiap saat mengikuti perkembangan politik yang terjadi melalui berbagai media yang bisa memberikan informasi terkini.
Harapan menjadi kenyataan, kegembiraan meluap, ada kelegaan ketika dipastikan bahwa bapak Jusuf Kalla resmi menjadi bakal calon wakil presiden. Pasangan ini di mata awam menjadi pasangan yang sangat ideal, saling melengkapi dan mengalahkan sekian sosok yang pernah disanding-sandingkan dengan Jokowi.
Setiap hari di setiap kesempatan dalam berbagai acara, topik pembicaraan tidak terlepas dari obrolan sosok Jokowi-Kalla, termasuk dalam acara upacara kematian. Membicarakan Jokowi-Kalla seakan menghalau rasa duka yang sedang dialami oleh keluarga. Ada harapan besar yang menjadi mimpi banyak orang tercurah di atas pundak Jokowi-Kalla.

Siapakah Jokowi di mata mereka?
Saya mencoba merekam dan merangkum pembicaraan orang-orang di sekitar saya. Faktanya, dari semua pembicara, mereka semua belum pernah bertemu langsung apalagi bergaul dengan Jokowi-Kalla, mereka hanya mendengar berita melalui media televisi, internet bahkan apa kata orang-orang disekitarnya yang belum tentu mewakili fakta. Namun yang mencengangkan adalah bahwa mereka seolah tahu persis siapa dan seperti apa Jokowi dan Yusuf Kalla.
Sabar, murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Oh... rupanya ini yang memikat hati mereka.
Perlu ditekankan bahwa hal berikut  bukan “baru akan” atau sebuah janji untuk berlaku sabar, bermurah hati dan tidak memegahkan diri. Jokowi maupun Kalla sudah sejak dulu berlaku sabar, murah hati dan tidak sombong. Inilah salah satu kesamaan karakter yang mereka miliki.
Jokowi-Kalla sudah membuktikan kesabaran dalam hal membina rumah tangga yang sehat dan sejahtera. Penting diketahui bagi seluruh anak bangsa, bahwa rumah tangga yang harmonis, keluarga yang sejahtera adalah modal besar bagi terbentuknya sebuah bangsa besar yang mengedepankan harmoni dan sejahtera. Wajib menjadi catatan penting bagi para calon pemimpin bahwa hendaknya memimpin itu dimulai dari yang paling dekat dan lingkup kecil. Dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri, memimpin keluarga dan selanjutnya memimpin masyarakat bahkan memimpin sebuah negara. Dalam hal ini, karakter sabar mutlak diberlakukan.
Agak aneh rasanya mendengar berita bahwa seorang walikota selama menjabat, tidak pernah menerima gajinya. Gajinya disumbangkan kepada sesamanya  yang belum beruntung. Seolah dibuat-buat atau dengan maksud pencitraan, seorang yang sukses di bidang ekonomi masih berkutat dengan urusan palang merah. Sebuah kegiatan yang menguras tenaga, biaya bahkan tidak menguntungkan usaha miliknya. Namun itulah kenyataan dari kedua sosok Jokowi-Kalla yang selalu berlaku murah hati.
Berbicara soal penampilan, cara berpakaian, bertutur kata, menyapa siapa saja, Jokowi-Kalla tidak memperlihatkan perangai sombong. Seharusnya dengan jabatan yang dimiliki, harta yang melebihi kebutuhan hidup dan keluarga, seharusnya mereka tampak dan berlaku angkuh. Namun kenyataan berkata lain. Kedua tokoh ini senantiasa tampil sederhana, berbaur dengan kalangan manapun tanpa pandang bulu baik itu beda suku, beda keyakinan maupun beda keturunan.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Hmmm... rupanya karakter ini yang membuat Jokowi-Kalla dihormati.
Dalam banyak kenyataan, semakin tinggi jabatan seseorang semakin arogan nada bicaranya, semakin jauh dari kata santun dengan perilaku yang mengabaikan sopan santun. Kenyataannya, baik Jokowi maupun Kalla sangat menghormati orang tuanya termasuk mertua. Hal ini ditunjukkan bukan hanya dalam bentuk kata dan penghargaan namun juga dalam tindakan nyata.
Banyaknya kasus korupsi belakangan ini yang dilakukan oleh oknum-oknum dengan jabatan yang strategis menunjukkan bahwa cukup banyak oknum yang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan sama sekali tidak ada rasa bersalah ketika melakukan tindakan yang tidak terpuji. Menjadi seorang pemimpin wajib hukumnya untuk berlaku jujur  dan senantiasa sujud syukur atas berkah yang sudah dimilikinya. Hal ini akan menjaganya untuk tidak terjerumus pada karakter serakah. Jokowi-Kalla sudah membuktikan diri tidak menyalahgunakan jabatannya untuk meraup keuntungan diri sendiri dan hal inilah yang menjadi salah satu jaminan bagi terciptanya pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi dan penyelewengan kekuasaan.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Benarkah kedua tokoh ini demikian? Aku rapopo, hehehe... ya aku rapopo.
            Sebuah ekspresi sederhana yang membuktikan bahwa tokoh ini bukan sosok yang mudah tersulut amarah dan mudah meledak. Sehebat apapun terpaan caci, nada miring, cemooh yang menimpa dirinya dengan sederhana dibalasnya dengan senyuman atau dengan kata, ahh biasa saja.
            Ibarat pohon, semakin tinggi sebuah pohon semakin deras pula angin yang menerpanya. Untuk itu diperlukan akar yang kuat, batang yang besar dan kuat untuk bisa bertahan tetap tumbuh kuat dan berdiri kokoh. Teringat masa kecil saya dulu, liur mengalir deras menyaksikan pohon mangga tetangga saat berbuah, semakin banyak buahnya maka semakin banyak pula batang singkong, potongan kayu, bebatuan menghujani pohon mangga. Tak beda jauh dengan pemimpin yang berbuah banyak dan manis bagi kemaslahatan masyarakat, mereka akan senantiasa diterpa lemparan, tonjokan, tusukan, ancaman.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
            Jokowi-Kalla adalah insan yang selalu berupaya adil, mereka sangat gampang terluka oleh ketidakadilan. Tidak adil dan tidak benar jika fasilitas umum yang disediakan oleh negara digunakan dan dikuasai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Tidak benar jika oknum tertentu mengatasnamakan keyakinan tertentu untuk mengadu domba menyengsarakan sesama manusia. Jokowi-Kalla sudah membuktikan diri menjadi agen-agen pro adil dan menjungjung tinggi kebenaran.
***
Orang bijaksana senantiasa berorientasi pada hal-hal yang positif, namun rasanya tidak adil jika hanya kebaikan dan keunggulan Jokowi-Kalla yang diutarakan. Menurut pengamatan awam, beberapa hal yang dirasa kurang antara lain, “Saya tidak melihat dan menemukan kekurangan Jokowi-Kalla”! demikian kata Apping sambil melotot dengan nada tinggi. Sesungguhnya tidak ada di antara kita manusia yang tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. Untuk itu pesan yang ingin disampaikan kepada Jokowi-Kalla agar senantiasa memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar diberiNya ridho, kesehatan, kekuatan agar dilindungi dari segala yang jahat dan selalu mawas diri untuk tidak dikendalikan oleh kepentingan kelompok, keinginan segelentir orang yang ingin mengambil keuntungan sesaat dan pribadi.
Bangsa ini adalah bangsa yang diberkati Tuhan dengan kekayaan, budaya, sumberdaya manusia, alam yang indah nan elok. Itu sebabnya bangsa ini wajib dipimpin oleh Pemimpin yang amanah dan menuntun bangsa ini dengan damai dan sejahtera.

Jokowi-Kalla versi pondok ceki.
Adalah kebiasaan kami beberapa bapak yang hampir tiap malam bermain ceki di sebuah pondok kecil nan lusuh, sembari bermain dengan penuh canda yang terkadang mengganggu anak-anak dan istri-istri yang sudah pada ngorok, sebagai ajang melatih lagu dengan iringan gitar, juk dan suling, sesekali dengan diskusi serius tentang beragam persoalan sosial dalam lingkungan, juga sekaligus menjaga keamanan dimana akhir-akhir ini warga resah dengan beberapa peristiwa pencurian barang-barang berharga milik warga.
Saya bisa memastikan bahwa Jokowi-Kalla memenangkan pemilihan ini”. Demikian kata kakek Emon dengan nada tegas, perlahan namun pasti! sembari mengocok kartu. Aneh juga ini kakek, sudah ngocok lima kali berturut-turut tetapi masih sempat mengalihkan perhatian dengan topik politik. Hal yang membuat saya sangat yakin karena Jokowi-Kalla dikelilingi dan didukung orang-orang baik! Saya berdoa semoga Tuhan melindungi dan menjaga Jokowi-Kalla.
***
Pemimpin itu hendaknya memiliki karakter yang jujur, sabar, tegas, adil, murah hati, tidak sombong, tidak mencari keuntungan dirinya sendiri, merindukan keadilan, cinta kebenaran, santun, bijaksana. Dengan demikian rakyat menjadi bangga, rakyat pasti bersukacita dipimpinnya, bersedia berkorban bagi Pemimpin dan menjadi  buah bibir yang manis didengar setiap saat di seluruh pelosok negeri ini. Hal ini pula yang akan menjadi catatan sejarah yang manis yang akan dibaca dan didiskusikan generasi yang akan datang.
Salam Indonesiaku.