Friday, 6 April 2012

Anakku Makan Sesajen

Sambil berlari kecil ke arahku, kuperhatikan mulutnya mengunyah-ngunyah sesuatu, tampak berwarna putih.
Apa yang kamu makan nak? tanyaku penasaran
Nggak kok…
Oooo lha apa itu di mulutmu?
Enak lho pah…
Apa ek…?
Punya embah enak lho pah!
dari mana itu, siapa yang kasih? Kudekati sembari ingin memegang dan memeriksa mulutnya sedikit memaksa namun dia menghindar dan mengunyah dengan cepat lalu segera ditelan!
Enak kok, itu lho di luar, ambil sendiri ok, enak lho pah punya Embah… dengan ekspresi menggemaskan pingin ku remas-remas…
Sambil berpikir… siapa di luar yang kasih makanan, padahal ndak ada orang/ embah yang datang????
ASTAGA… baru kuingat kalau di luar ada sesajen yang ditaruh kemarin sore…
Huahahahahahahahah… anakku makan sesajen…

Pak Tua Makan di Kuburan

Hari minggu adalah hari bebas di keluarga mini kami.
Mau bangun pagi kek, kesiangan kek, suka-suka.
Mau bersih-bersih kek, apa kek… pokok men suka-sukalah… ada yang isinya cuma membaca, ada yang isinya ngegem, ada yang membuat berantakan, ada yang main bola.
Agh… lapar euuu… sudah siang, tak ada yang tergerak menyiapkan sesuatu yang bisa disantap. Dari pagi sampai siang perut baru diisi segelas kopi sepotong kue.
Yuk… cari makan yoooo, segera semua bergegas.
Brummmm… seisi keluarga mini meluncur di atas motor mini.
Siang ini cukup sepi, seperti biasa dihari minggu yang sudah-sudah. Arah kekota lewat gang-gang ternyata cukup jauh juga dan astaga ternyata kita melewati kuburan.
Laju motor sedikit dipercepat, sudah keroncongan nih perut minta ditambal.
Di depan ada dua sosok sedang berdiri, setelah mendekat… agh ternyata seorang lelaki tua sedang dengan lahapnya menikmati hidangan nasi bungkus bersama seorang perempuan yang usianya tidak terpaut jauh yang juga sedang menikmati hidangan.
Dari ekspresi wajah mereka tergambar kenikmatan tiada tara, sesekali mereka ngobrol… entah mereka membicarakan apa.
Keluarga mini berlalu begitu saja dihadapan mereka. Tidak ada sesuatu yang istimewa dengan pandangan di sekitar. Baru beberapa puluh meter beranjak dari kedua sosok tadi, lha kok hati ini merasakan sesuatu… sesuatu yang sungguh mengusik jiwaku. Tanpa terasa air mata ini mengalir, untungnya kepalaku terbalut helm tengkorak…
Pemandangan sepintas yang baru saja terlihat begitu jelas tergambar dalam otak ini.
Tiba-tiba aku teringat orang tuaku yang juga sudah usia senja, nun jauh di sana. Adakah mereka sehat? adakah mereka makan? adakah mereka bahagia saat ini?
Dengan cermat kuperhatikan kondisi belakang, lalu segera aku berbalik kembali ke posisi kedua sosok yang telah mengusikku. Hidangan nikmat mereka belum habis, wajah mereka masih seperti tadi.
Aku berhenti di depan mereka, tergambar jelas wajah bercahaya menatap kehadiran kami. Segera kurogoh kantong jaket dan lalu menyodorkannya ke beliau. Matursuwun… demikian nada sang Kakek berujar.
Lalu kami segera beranjak dari situ.
Entah mengapa jika diri ini melihat sosok renta, tua tak berdaya… jiwa ini selalu terusik.
Ada sesuatu yang mengganggu. Pikiran saya mengembara kemana-mana… ups, kita makan siang di sini saja.
***
Ayah… maafkan anakmu yang belum mampu membahagiakan Ayah!
Tergambar jelas peristiwa-peristiwa lalu, dimana Ayah begitu bangga dengan kehadiranku, bercanda, menggendongku, membuatkanku beragam mainan dari bahan kayu.
Ayah… aku kangen!
Aku bangga denganmu Ayah…

Anakku Merampas Istriku

Leo sudah bertekad untuk meninggalkan masa lajangnya tahun ini. Selama sepuluh tahun belakangan, dia sangat fokus dengan pekerjaannya dan membantu keempat adiknya yang masih sekolah pun mencukupi kebutuhan bapak ibunya. Karir Leo cukup bagus dan dimata pimpinannya, dia layak menempati posisi manager.

Belakangan ini, Leo merasa ada satu kebutuhan yang mendesak untuk diupayakan. Bagaimana tidak, diusia tiga puluhan dia sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia perempuan. Jangankan menikah, pacar saja dia tidak punya. Sebetulnya ada banyak perempuan yang memperhatikan Leo, teman kerjanya lebih banyak perempuan. Gila juga nih manusia satu ini, apa sih yang kurang? apasih enaknya membujang? demikian celoteh teman-temannya kerap menjewer kupingnya.
Sangat masuk akal sih, keputusan Leo untuk tetap membujang. Dengan demikian dia bisa konsentrasi dengan pekerjaan yang dia raih dengan susah payah dan juga membiayai empat adiknya yang masih sekolah. Tahun ini salah satu adiknya lulus kuliah, satu masih kuliah dan dua masih di bangku SMA.
Maklum saja, Leo adalah anak sulung dari lima bersaudara.
Hari berganti hari, Leo tetap memendam rasa gundah mendambakan sebuah hubungan serius.
Nak… apa belum ada perempuan yang mau dekat denganmu? Nak… kamu kan tahu… Ibu sering sakit-sakitan, bapak kamu juga sudah tua. Kami berdua sangat ingin melihat kamu bersanding dengan seorang perempuan yang akan membahagiakannmu nak. Ibu merindukan suara tangis cucu ibu.
Leo hanya terdiam ketika ditanya ibunya saat mereka sedang menikmati kebersamaan di rumah. Hati Leo serasa tercabik-cabik, di satu sisi dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, namun disisi lain dia merasa belum cukup berani untuk menikah.
Suatu hari, ketika Leo bertugas ke pelosok untuk mengawasi proyek listrik masuk desa, dia berkenalan dengan seorang perempuan muda. Dia hanya tamatan essemka pertanian, di desanya Lina dikenal oleh semua penduduk. Dia tipe periang, kegiatan sehari-harinya adalah membantu para warga menekuni dunia cocok tanam. Dengan bantuan Lina, hasil panen lebih meningkat. Cukup banyak variasi tanaman yang dikembangkan oleh warga berkat informasi dan ketekunan Lina membimbing para warga.
Ada sesuatu yang bergejolak di dada Leo, namun dia sungguh kesulitan untuk mengungkapkannya. Tidak terasa, proyek tersebut selesai dikerjakan, penduduk desa kini sudah bisa menikmati terang lampu di malam hari. Satu persatu warga sudah mulai membeli televisi. Anak-anak sudah leluasa belajar dengan penerangan yang cukup.

Akhirnya Leo harus kembali ke tempatnya, dan sampai saat ini tidak ada ungkapan hati yang tertuang di sana. Kembali Leo menempuh hari-harinya seperti sedia kala, namun bayangan sosok perempuan desa yang dikenalnya sungguh mengganggu pikiran, ingin rasanya menelpon apa daya di sana belum terhubung dengan saluran telepon.
Sepertinya rasa ini sudah tidak bisa dibendung lagi! Tidak ada cara lain selain mendatangi Lina untuk menghapus segala bayangannya.
Mungkin ini kesempatan saya, saya harus berhasil mengalahkan keraguan pada diriku.

Dari jauh, seorang anak berlari di pematang.  Di wajahnya tersirat pesan penting yang hendak disampaikan. Mbak… mbak Lina cepat pulaaaanng, ada tamuuuu.
Lina berdiri dan memperhatikan anak yang berlari kepadanya. Ada apa? kok sampai tergesa-gesa begitu?… Mbak…mbak Lina… sambil terengah-engah… mbal Lina cepat pulang, ada tamu!
Tamu?… iya ada tamu yang mencari mbak Lina, sekarang ada di rumah… sama bapak, mbak Lina diminta segera ke pulang.
Sambil terus berpikir, ada tamu? tamu siapa yah… dari mana, perasaan tidak … agh…
Segera Lina membereskan peralatannya dan tak lupa pamit dengan petani lain.
Ehh… kang Leo, sudah dari tadi? apa ada masalah dengan proyek listrik?
Ahhh sudahlah Lin… kamu bersih-bersih dulu baru kita ngobrol dengan mas Leo…
Rupanya pembicaraan sudah terjalin akrab antara Leo, ibunya  Lina dan bapaknya.
Pak, bu… begini. Maksud kedatangan saya ke sini bukan untuk urusan proyek listrik. Namun… semenjak proyek di sini selesai dan kembali, saya sama sekali tidak bisa konsentrasi. Bayangan dek Lina selalu hadir dalam hidupku. Daaannnn… jika bapak ibu tidak keberatan, saya ingin menikahi Lina.
Dek Lina, maukah engkau menikah denganku? Lina menatap Leo dan lalu tertunduk… kemudian dengan perlahan mengatakan iya… mas sambil mengangguk.
Singkat cerita, pembicaraan berlangsung dengan baik. Lina pun tidak keberatan bahkan setuju menjadi pendamping hidup Leo.

Acara nikah dilangsungkan dengan meriah di desa, suasana sangat akrab ala desa. Semua warga desa hadir, dari anak-anak sampai kakek nenek, memberi ucapan selamat kepada pengantin baru. Dan yang lebih mengharukan, ternyata pimpinan dan rekan-rekan Leo hadir. Sungguh sebuah acara pernikahan yang meriah.
Para hadirin terlihat menimati hidangan sambil bercengkrama satu dengan lainnya, semua terlihat hanyut dalam suasana gembira.

Setelah menikah, Lina mengikuti suaminya ke kota. Para warga merasa sangat kehilangan dengan sosok Lina yang selama ini telah banyak membantu mereka. Kalian tidak usah gelisah, saya akan sesekali datang untuk kalian.

Mereka tidak tinggal bersama orang tua Leo, mereka memilih mengontrak sebuah rumah di kompleks perumahan yang terletak tidak jauh dari tempat kerja Leo.
Hari-hari mereka selalu diliputi kebahagiaan, hidup mereka sungguh sebuah gambaran keluarga yang harmonis. Untuk tetap beraktifitas, Lina tidak berhenti sebagai ibu rumah tangga saja yang sehari-hari cuma mengurusi suami dan pekerjaan rumah lainnya.
Dia membuka warung kelontong kecil-kecilan, dia memanfaatkan garasi yang belum terpakai untuk berjualan. Sore hari dia meluangkan waktunya untuk mengajari anak-anak disekitar kompleks perumahan, materinya bervariasi mulai dari mengenal tanaman, membaca, berhitung.

Aghhh… beruntung sekali nih Leo mendapatkan perempuan sehebat itu, selain parasnya yang ayu, kemampuan serta kreatifitasnya membuat orang-orang disekitarnya senang.
Semenjak mereka mengetahui bahwa Lina mengandung, mereka secara rutin melakukan pemeriksaan.
Bayi mungil dalam kandungan ibu adalah seorang perempuan cantik, kondisinya sempurna. Demikian kata dokter setelah melakukan pemeriksaan dan hasil scan.
Terima kasih dokter, bagi kami… laki-laki atau perempuan itu sama saja, semuanya perlu disyukuri.
Kehidupan Leo dan Lina sungguh mesra dan harmonis. Hampir tidak ada masalah berarti yang tidak bisa mereka selesaikan dengan baik. Ini bisa terjadi karena mereka saling mendengarkan. Termasuk hubungan dengan keluarga mereka, baik keluarga Leo maupun keluarga Lina.

Hari itu jumat, tepatnya tanggal sembilan desember. Keluarga Leo diliputi rasa bahagia dan sukacita, anak pertama mereka lahir dengan normal.
Terlihat dengan jelas kebahagiaan dari wajah Lina, walau masih kondisi letih. Namanya siapa pah? bagaimana kalau… Lena Puspita…, haha nama yang indah… itu nama mantan pacar yah pa?…
Leo tersipu malu… ah mama, jangankan pacar… dekat-dekat perempuan saja aku sering grogi…

Puspita tumbuh sehat, semakin hari kecantikannya terlihat jelas…
Namun ada sesuatu mulai mengganggu pikiran Leo. Tidak seperti awal perjumpaan dengan Lina sampai melahirkan. Dia mulai merasakan jika Lena sudah merampas istrinya.
Perhatian terhadap Lena adalah prioritas Lina, terkadang hidangan kopi sudah mulai lupa karena sibuk mengurus Lena.

Dan yang paling mengganggu Leo adalah ketika mereka sedang bermesraan, tiba-tiba Lena membatalkan segalanya.

Hmmm… saya tidak pernah menyangka akan seperti ini. gumam Leo!